Penulis / NIM
MASNIATI / 231408026
Program Studi
S1 - PENDIDIKAN SEJARAH
Pembimbing 1 / NIDN
Drs. DARWIN UNE, M.Pd / 0029115803
Pembimbing 2 / NIDN
LUKMAN DADI KATILI, S.Ag, M.Th.I / 0005077211
Abstrak
ABSTRAK
Masniati, 2012 SKRIPSI. Judul: ” MAHAR DALAM PERSPEKTIF ISLAM (Studi Kasus di Desa Batu Gading Kecamatan Mare Kabupaten Bone)”
Pembimbing 1 : Drs. Darwin Une, M.Pd
Pembimbing 2 : H. Lukman D. Katili, S.Ag.,M.ThI
Kata Kunci: Mahar, Sompa, Islam
Hak istri terhadap suami antara lain meliputi hak kebendaan misalnya nafkah, mahar atau maskawin. Hak rohaniah umpamanya mencakup perlakuan adil dari suami jika ingin beristri lebih dari satu (poligami) dan tidak boleh mencelakakan istrinya. Salah satu ajaran Islam yang memperhatikan dan menghargai harkat dan martabat perempuan adalah memberi hak penuh untuk mengurus mas kawin yang diberikan oleh suaminya sekaligus menggunakan sesuai dengan kemauannya.
Para Fuqaha sepakat bahwasanya mahar itu ada dua macam, yaitu mahar musamma dan mahar mitsil.
Sompa (secara harfiah berarti “persembahan” dan sebetulnya berbeda dengan mahar dalam Islam) yang disimbolkan dengan uang rella’ (yakni rial, mata uang Portugis yang sebelumnya berlaku, antara lain di Malaka). Rella ini ditetapkan sesuai dengan status perempuan dan akan menjadi hak miliknya.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memberikan informasi yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, faktual, akurat mahar dalam perkawinan adat Bugis di desa Batu Gading, Mare, Kabupaten Bone dan hal-hal yang berkaitan dengan penetapan sompa.
Berdasarkan hasil penelitian di desa Batu Gading mengenai Mahar Dalam Perspektif Islam (Studi Kasus di Desa Batu Gading Kecamatan Mare Kabupaten Bone) maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Di dalam perkawinan masyarakat yang berdomisili di desa Batu Gading yang dimaksud dengan mahar itu adalah sompa itu sendiri.
2. Dalam menentukan mahar, menurut masyarakat yang berdomisili di desa Batu Gading yang harus diperhatikan adalah status sosial dari wanita tersebut.
3. Mahar adalah lambang kesiapan dan kesediaan suami untuk memberi nafkah lahir kepada istri dan anak-anaknya, dan selama mahar itu bersifat lambang, maka sedikit pun jadilah. Bahkan : “Sebaik-baik Mahar adalah seringan-ringannya.” Begitu sabda Nabi Saw., walaupun Al-Quran tidak melarang untuk memberi sebanyak mungkin Mahar (QS Al-Nisa’ [4] : 20). Ini karena pernikahan bukan akad jual beli, dan mahar bukan harga seorang wanita. Menurut Al-Quran, suami tidak boleh mengambil kembali mahar itu, kecuali bila istri merelakannya. Agama menganjurkan agar mahar atau mas kawin merupakan sesuatu yang bersifat materi, karena itu bagi orang yang tidak memilikinya dianjurkan untuk menangguhkan perkawinan sampai ia memiliki kemampuan. Tetapi kalau oleh satu dan lain hal, ia harus juga menikah, maka cincin besi pun jadilah. “Carilah walau cincin dari besi.” Begitu sabda Nabi Muhammad Saw. Kalau ini pun tidak dimilikinya sedang perkawinan tidak dapat ditangguhkan lagi, baru mahar boleh berupa mengajarkan beberapa ayat Al-Quran. Rasulullah pernah bersabda, “Telah saya kawinkan engkau padanya dengan apa yang engkau miliki dari Al-Quran.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim melalui Sahal bin Sa’ad). Proses pemberian mahar dalam salah satu prosesi adat bugis sebenarnya tidak dilarang oleh agama islam seperti yang dikatakan Allah SWT dalam Al-Quran “Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita-wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan.” (QS A1-Nisa’ [4]: 4). Adalah penegasannya, tetapi sangat tidak dianjurkan apabila mahar tersebut disalahgunakan menjadi ajang membeli derajat sosial di masyarakat.
4. Makna yang terkandung dalam mahar bagi masyarakat yang berdomisili di desa Batu Gading dianggap sebagai ungkapan kasih sayang. Mahar juga merupakan isyarat atau tanda kemuliaan seorang perempuan. Allah SWT menysariatkan Mahar seperti sebuah hadiah dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang dilamarnya ketika telah mencapai kesepakatan diantara keduanya (untuk menikah). Mahar juga merupakan bentuk pengakuan terhadap kemanusiaan dan kemuliaan perempuan. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surah An-Nisa ayat 4 :
Artinya :” berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. Mahar merupakan pemberian yang dapat melanggengkan rasa cinta, mengokohkan bangunan keharmonisan rumahtangga dan juga dapat menyokong tuntutan nafkah kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu perkawinan harus dilangsungkan dengan adanya Mahar.
Download berkas