Penulis / NIM
SUPRIADI DJUA / 511411038
Program Studi
S1 - TEKNIK SIPIL
Pembimbing 1 / NIDN
FRICE LAHMUDIN DESEI, ST., M.Sc / 0003097303
Pembimbing 2 / NIDN
FADLY ACHMAD, S.T., M.Eng / 0021117702
Abstrak
KINERJA LABORATORIUM PENGGUNAAN FLY ASH SEBAGAI
PENGGANTI SEBAGIAN FILLER PADA CAMPURAN
ASPHALT CONCRETE - WEARING COURSE (AC-WC)
Supriadi Djua1), Frice .L Desei, S.T.,M.Sc2), Fadly Achmad, S.T.,M.Eng2)
1)Mahasiswa Teknik Sipil, Universitas Negeri Gorontalo
2)Dosen Pengajar Program Studi Teknik Sipil, Universitas Negeri Gorontalo
ABSTRACT
This research was using the fly ash of the coal to improve the ingredients of the asphalt quality. The Aim of this study was devided by 2 section: 1) to know the proportion fly ash to the coalof AC-WC, 2) To find out more about the mixing AC-WC using the asphalt concrete fertilizer along with the coal as a filler replacement binding material of the asphalt concrete as substitute partial material of fine aggregate. The Analysis was using the Method of Marshall test based on specification of Bina Marga 2010 (revision 3) use AMP PT Petra Anugerah Sejahtera (joglo) with the asphalt optimum level (KAO) found 6% fly ash variation 0%, 0.5%, 1.0%, 2.0%
The results showed that KAO (optimum asphalt content) usedwas 6% with variations of fly ash mixture 0%, 0.5%, 1.0%, 1.5% and 2.0%. The performance of the use of fly ash as a substitute for partof the filler in the AC-WC mixture, in general, all thevariants of fly ash have Marshall performance that meets the specifications but the best mixture is owned by the test specimenon the 1.5% fly ash variation with the highest stability value of 2.329 kg while Density 2,396; VIM 3,772; VMA 15,079; flow 3,160; MQ 769,965; VFB 74,985; TFA 9.60.
Keywords: Fly ash, AC- WC, Marshall. General specifications Bina Marga 2010
.
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba memanfaatkan fly ash batu bara untuk meningkatkan kualitas campuran aspal beton. Tujuan penelitian ini untuk (1) Mengetahui proporsi fly ash batu bara pada campuran AC-WC; (2) Untuk mengetahui kinerja campuran perkerasan AC-WC menggunakan aspal beton dengan limbah fly ash batu bara sebagai pengganti filler dengan aspal beton sebagai bahan ikat. sebagai bahan subtitusi parsial agregat halus. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Marshall test sesuai Spesifikasi Bina Marga 2010 (revisi 3). Menggunakan agregat dari AMP PT. Petra Anugerah Sejahtera (Joglo). dengan Kadar Aspal Optimum (KAO) campuran sebesar 6%, variasi fly ash 0%, 0,5%, 1,0%, 1,5%, 2,0%.
Hasil penelitian didapatkan bahwa KAO (kadar aspal optimum) yang digunakan adalah 6% dengan variasi campuran fly ash 0%, 0,5%, 1,0%, 1,5% dan 2,0%.
Kinerja penggunaan fly ash sebagai pengganti sebagian filler pada campuran AC-WC, secara umum seluruh variasai fly ash memiliki kinerja Marshall yang memenuhi syarat spesifikasi tetapi campuran terbaik dimiliki oleh benda uji pada variasi fly ash sebesar 1,5% dengan nilai stabilitas tertinggi sebesar 2,329 kg sedangkan Density 2,396; VIM 3,772; VMA 15,079; flow 3,160; MQ 769,965; VFB 74,985; TFA 9,60.
Kata kunci: fly Ash Batu Bara, AC-WC, Marshall. Spesifikasi Umum bina marga 2010.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkerasan jalan umum yang digunakan di Indonesia adalah campuran Lapis Aspal Beton (Laston) atau Asphalt Concrete (AC). Campuran beton aspal adalah jenis perkerasan lentur yang terdiri dari campuran Agregat dan Aspal, atau tanpa bahan tambah. Susunan gradasi agregat menerus pada Laston ini menyebabkan banyak digunakan untuk perkerasan jalan dengan klasifikasi lalu-lintas berat serta diutamakan untuk digunakan pada daerah tropis sehingga banyak diterapkan di Indonesia.
Untuk mempertahankan atau meningkatkan sifat aspal tersebut salah satunya bisa dengan menggunakan bahan tambah/aditif. Abu terbang batu bara (fly ash), digunakan sebagai bahan tambah/aditif pada aspal terhadap campuran Asphalt Concrete.
Beton aspal merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Campuran beton aspal tersebut terdiri atas agregat kasar, agregar halus, filler dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Filler yang biasa disebut juga bahan pengisi dapat diperoleh dari hasil pemecahan batuan secara alami maupun buatan. Bahan filler yang dimaksud adalah abu terbang batu bara, sebagai hasil pembakaran batu bara pada PLTU PT. Tenaga Listrik Gorontalo yang berada di Kecamatan Kabila Bone, Desa Molotabu. Abu terbang batu bara adalah partikel halus yang merupakan endapan dari tumpukan bubuk hasil pembakaran batu bara yang dikumpulkan dengan alat elektrostatik presipirator. Abu terbang batu bara mengandung unsur pozzolan, sehingga dapat berfungsi sebagai bahan pengisi rongga dan pengikat aspal beton.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di lapangan (PLTU Molotabu) Gorontalo, Batu bara yang digunakan berasal dari Kalimantan. Dalam satu kali pengiriman berjumlah 7500 ton/tongkang dengan tiga kali pengiriman dalam sebulan, luas Area pembuangan adalah 65 x 35 cm2. jumlah produksi abu terbang batu bara sebagai hasil pembakaran batu bara, mencapai 60 ton perhari dengan dua unit mesin produksi yang beroprasi. Abu terbang batu bara tersebut belum dimanfaatkan secara berarti dan hanya menjadi limbah buangan di sekitar wilayah PLTU.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
Bagaimanakah kinerja campuran Asphalt Concrete - Wearing Course (AC-WC) menggunakan limbah fly ash batu bara.
Bagaimana proporsi fly ash batu bara sebagai pengganti filler pada campuran perkerasan AC-WC ?
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kinerja campuran perkerasan AC-WC menggunakan aspal beton dengan limbah fly ash batu bara sebagai pengganti filler.
Mengetahui proporsi fly ash batu bara pada campuran AC-WC dengan aspal beton sebagai bahan ikat.
LANDASAN TEORI
Struktur Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah lapisan kulit permukaan yang keras yang diletakan pada formasi tanah setelah selesainya pekerjaan tanah, atau dapat pula didefinisikan, perkerasan adalah struktur yang memisahkan antara ban kendaraan dengan tanah pondasi yang berada di bawahnya, (Hardiyatmo, 2007).
Fungsi perkerasan Jalan adalah:
Untuk memberikan Permukaan rata/halus Bagi pengendara
Untuk mendistribusikan beben kenderaan diatas formasi tanah secara memadai, sehingga melindungi tanah dari tekanan yang berlebihan.
Untuk melindungi formasi tanah dari pengaruh buruk perubahan cuaca.
Karakteristik perkerasan lalu lintasnya bergantung tidak hanya pada sifat lalu lintasnya, tapi juga pada sifat tanah dimana perkerasan dibangun. Elemen-elemen structural utama dalam pembangunan jalan meliputi:
Timbunan
Pondasi di bawah timbunan
Galian
Perkerasan jalan
Pada prinsipnya, tidak ada beda signifikan antara perkerasan jalan dan lapangan udara, hanya pada lapangan udara perkerasan dirancang untuk mendukung beban yang lebih besar (Hardiyatmo, 2007).
Perkerasan Jalan
Ada dua jenis perkerasan jalan yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) terdiri dari lapisan batuan didapatkan yang berbeda dibawah permukaan aspal, dan perkerasan kaku (Rigid pavement) terdiri dari pelat beton yang terletak langsung di atas tanah atau di atas lapisan material granule. Yang paling menonjol antara ke dua tipe perkerasan ini adalah cara keduanya dalam penyebaran beban di atas tanah dasar (subgrade). Perkerasan kaku yang terbuat dari pelat beton, oleh kakakuan dan modulus elastisnya yang tinggi, cenderung menyebarkan beban ke area yang lebih luas ke tanah. Jadi bagian terbesar dari kekuatan struktur perkerasan diberikan oleh pelat betonnya sendiri. Sedang pada perkerasan lentur, kekuatan perkerasan diperoleh dari ketebalan lapisan-lapisan pondasi bawah (subbase), pondasi (base) dan lapis permukaan (surface course). Perkerasan komposit antara perkerasan beton semen Portland dan perkerasan aspal. Beton aspal merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya. Adapun susunan lapis konstruksi perkerasan lentur terdiri (Sukirman, 1999).
Lapis permukaan (surface course)
Lapis permukaan berfungsi untuk memberikan keamanan dan permukaan yang halus/rata. Lapis permukaan jalan harus memenuhi syarat-syarat :
Mempunyai kekerasan atau tahanan terhadap pengelinciran.
Mampu menahan beban kenderaan dan deformasi permanen.
Dapat mencegah masuknya air kedalam struktur perkerasan.
Lapis pondasi (base course)
Lapis pondasi (base course) dan lapis pondasi bawah (subbase course), digunakan dalam perkerasan lentur untuk menambah kekuatan perkerasan melalui :
Penambahan kekakuan dan ketahanan terhadap kelelehan (fatigue)
Pembentukan lapisan yang relatif lebih tebal, sehingga beban perkerasan lebih menyebar
Lapis pondasi bawah (subbase course).
Lapis pondasi bawah terdiri dari material pilihan, seperti kerikil alam yang stabil (awet), hanya material ini mungkin tidak sepenuhnya memenuhi syarat karakteristik seperti yang disyaratkan dalam lapis pondasi. Maksud penggunaan lapis pondasi bawah adalah untuk membentuk lapisan perkerasan yang relatif cukup tebal. Susunan perkerasan lentur jalan ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Filler
Pada konstruksi perkerasan filler berfungsi sebagai pengisi ruang kosong (voids) di antara ageregat kasar sehingga rongga udara menjai lebih kecil dan kerapatan masaanya lebih kasar. Dengan bubuk isian yang berbutir halus maka luas permukaan akan bertambah, sehingga luas bidang kontak yang dihasilkan juga akan bertambah luasnya, yang mengakibatkan tahanan terhadap gaya geser menjadi lebih besar sehingga stabilitas geseran akan bertambah. Macam dari filler adalah abu batu, abu batu kapur (linestone dust), abu terbang (fly ash), semen portland, kapur padam dan bahan non plastis lainnya.
Abu Batu Bara (Fly ash)
Abu terbang (fly ash) merupakan sisa dari hasil pembakaran batu bara pada pembangkit listrik. Abu terbang mempunyai titik lebur sekitar 1300 C dan mempunyai kerapatan massa (densitas), antara 2.0 - 2.5 g/cm3. Abu terbang adalah salah satu residu yang dihasilkan dalam pembakaran dan terdiri dari partikel-partikel halus. Abu yang tidak naik disebut bottom ash. Abu batu merupakan partikel halus yang dihasilkan oleh mesin pemecah batu di mana abu batu tersebut memiliki sifat keras, awet, dan unsur pozzolan. Sehingga abu batu bisa digunakan dalam campuran aspal beton untuk meningkatkan ketahanan suatu campuran aspal (Sukirman 2003). Abu terbang batu bara ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2. Abu Terbang (fly ash)
Dalam dunia industri, abu terbang biasanya mengacu pada abu yang dihasilkan selama pembakaran batu bara. Abu terbang umumnya ditangkap oleh pengendap elektrostatik atau peralatan filtrasi partikel lain sebelum gas buang mencapai cerobong asap batu bara pembangkit listrik, dan bersama-sama dengan bottom ash dikeluarkan dari bagian bawah tungku dalam hal ini bersama-sama dikenal sebagai abu batu bara. Tergantung pada sumber dan tampilan batu bara yang dibakar, komponen abu terbang bervariasi, tetapi semua abu terbang termasuk sejumlah besar silikon dioksida (SiO2) (baik amorf dan kristal) dan kalsium oksida (CaO), kedua bahan endemik yang di banyak terdapat dalam lapisan batuan batu bara.
Parameter Marshall
Menurut Sukirman (2003), parameter penting yang ditentukan pengujian ini adalah nilai stability dan flow yang dibaca langsung pada alat Marshall. Pengukuran dilakukan dengan menempatkan benda uji pada alat Marshall dan beban diberikan pada benda uji dengan kecepatan 2 inci/menit atau 51 mm/menit. Beban pada saat terjadi keruntuhan dibaca pada arloji pengukur dari prooving ring. Deformasi yang terjadi pada saat merupakan nilai flow yang dapat dibaca flow meternya. Nilai stabilitas merupakan nilai arloji pengukur dikalikan dengan nilai kalibrasi proving ring, dan dikoreksi dengan angka koreksi akibat variasi ketinggian benda uji. Parameter lain yang penting adalah berat isi (density), rongga dalam butiran (VMA), rongga dalam campuran (VIM), rongga terisi aspal (VFA) dan Marshall quotient.
Pengujian Marshall dikembangkan oleh US. Army Corps of Engineers, bertujuan untuk memeriksa dan menentukan stabilitas campuran agregat dan aspal, terhadap kelelahan plastis (flow). Saat ini pemeriksaan Marshall mengikuti prosedure PC-0201-76 atau AASHTO T 245-74, atau ASTM D 1559-62T.
Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran. Di samping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur kelelehan plastis (Sukirman, 1999).
Jadi keenam butir pengujian yang umumnya dilakukan untuk menentukan kinerja beton aspal, terlihat bahwa hanya nilai stabilitas dan flow yang ditentukan dengan mempergunakan alat Marshall, sedangkan parameter lainnya ditentukan melalui penimbangan benda uji, dan perhitungan. Walaupun demikian, secara umum telah dikenali bahwa pengujian Marshall meliputi keenam butir di atas (Sukirman, 2003).
Penentuan kerapatan
Menurut Sukirman (2003), density merupakan tingkat kerapatan campuran setelah campuran dipadatkan. Nilai density biasanya digunakan untuk membandingkan nilai kepadatan rata-rata lapisan yang telah selesai di lapangan dengan kepadatan dilaboratorium yang biasanya â 96 %. Kepadatan ini dipengaruhi oleh temperatur kepadatan, kadar aspal, kualitas dan jenis agregat penyusun campuran.
Density= (berat benda uji (gr))/( volume benda uji (-cm-^3))
Pengujian kelelahan (flow)
Menurut Sukirman (2003), flow adalah besarnya bentuk plastis dari beton aspal padat akibat adanya beban sampai keruntuhan. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal, viskositas aspal, gradasi agregat, dan temperatur pemadatan. Besarnya nilai flow diperoleh dari pembacaan arloji saat melakukan pengujian Marshall. Nilai flow adalah nilai pembacaan arloji flow pada pengujian Marshall dengan satuannya millimeter (mm)
Volume pori dalam agregat campuran (VMA)
Menurut Sukirman (2003), volume pori dalam agregat campuran (VMA/Voids in the Mineral Aggregate) adalah banyaknya pori diantara butir-butir agregat dalam beton aspal padat atau volume pori dalam beton aspal padat jika seluruh selimut aspal ditiadakan dinyatakan dalam persentase. Sifat ini sangat diperlukan dalam campuran agregat, VMA akan meningkat jika selimut aspal lebih tebal.
VMA=[100-(G_mb x P_s)/G_sb ]
Keterangan:
VMA: volume pori antara agregat di dalam beton aspal padat
Gmb : berat jenis bulk dari beton aspal
Ps : kadar agregat, % terhadap berat beton aspal padat
Gsb : berat jenis bulk dari agregat pembentuk beton aspal padat %
Volume pori dalam beton aspal padat (VIM)
Menurut Sukirman (2003), banyaknya pori yang berada dalam beton aspal padat (VIM/Voids In Mix) adalah banyaknya pori diantara butir-butir agregat yang diselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam persentase terhadap volume beton aspal padat, sifat ini merupakan volume pori yang masih tersisa setelah campuran beton aspal dipadatkan. VIM yang terlalu besar akan mengakibatkan beton aspal padat berkurang kekedapan airnya, sehingga air dan udara mudah memasuki rongga-rongga dalam campuran yang akan mengurangi keawetan atau dapat mempercepat penuaan aspal dan menurunkan sifat durabilitas beton aspal.
VIM= [100 x (Gmm- Gmb)/Gmm]
Keterangan:
VIM: Volume pori dalam beton aspal padat, % dari volume bulk beton aspal padat
Gmb: Berat jenis bulk dari beton aspal padat
Gmm: Berat jenis maksimum dari beton aspal yang belum dipadatkan
Volume pori antara butir agregat terisi aspal (VFA)
Menurut Sukirman (2003), volume pori beton aspal padat (setelah mengalami proses pemadatan) yang terisi oleh aspal atau volume film/selimut aspal (VFA/Voids Filled Asphalt). Persentase pori antara butir agregat yang terisi aspal dinamakan VFA, maka VFA adalah bagian dari VMA terisi oleh aspal. Dengan demikian, aspal yang mengisi VFA adalah aspal yang berfungsi untuk menyelimuti butir-butir agregat di dalam beton aspal padat atau dengan kata lain VFA inilah yang merupakan persentase volume beton aspal padat yang menjadi film atau selimut aspal.
VFA= 100(VMA-VIM)/VMA
Keterangan:
VFA : Volume pori antara butir agregat yang terisi aspal, (%)
VMA: Volume pori antara butir agregat di dalam beton aspal padat, (%)
VIM: Volume pori dalam beton aspal padat, (%)
Marshall Quotient (MQ)
Menurut Sukirman (2003), Marshall Quotient adalah perbandingan antara nilai stabilitas dan flow, yang dipakai sebagai pendekatan terhadap tingkat kekakuan campuran. Bila campuran aspal agregat mempunyai angka kelelehan rendah dan stabilitas tinggi menunjukkan sifat kaku, sebaliknya bila nilai kelelehan tinggi dan stabilitas rendah maka campuran cenderung plastis.
(MQ= MS/MF...)
Keterangan:
MQ : Marshall Quotient, (kg/mm)
MS : Marshall Stability, (kg)
MF : Flow Marshall, (mm)
2.7.7 Tebal Selimut atau Film Aspal
TFA= Pae/Ga x 1/(LP.Ps) x 1000
Keterangan.
TFA : Tebal selimut aspal
Ga : Berat jenis aspal
Ps : Kadar agregat, % terhadap berat beton aspal padat
LP : Luas permukaan total dari agregat campuran di dalam beton aspal padat
Pae :Kadar aspal efektif, % terhadap berat beton aspal padat
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan suatu hasil perbandingan dengan syarat-syarat yang ada. Di mana dalam penelitian ini menggunakan bahan quarry yang berasal dari PT. Petra Anugerah Sejahtera yang terletak di Pulubala, serta fly ash batu bara sebagai subtisusi parsial agregat halus dan Aspal berasal dari PT. Harmonis Perkasa Indah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan agregat dari Asphalt Mixing Plant (AMP) PT. Petra Anugerah Sejahtera (Joglo) yang berlokasi di Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo. Agregat dari lokasi ini kemudian diuji di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium yang terdiri dari pengujian agregat, aspal, Marshall Test didapatkan hasilnya berikut:
Tabel 1. Jenis pemeriksaan Aggregat
Fly ash Batu Bara
Batubara ini berasal dari Desa Molotabu Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango. Batu bara yang digunakan berasal dari Kalimantan. Dalam satu kali pengiriman berjumlah 7500 ton/tongkang dengan tiga kali pengiriman dalam sebulan, luas Area pembuangan adalah 65 x 35 cm2. jumlah produksi abu terbang batu bara sebagai hasil pembakaran batu bara, mencapai 60 ton perhari dengan dua unit mesin produksi yang beroprasi. Abu terbang batu bara tersebut belum dimanfaatkan secara berarti dan hanya menjadi limbah buangan di sekitar wilayah PLTU. Oleh karena itu maka dicoba melakukan suatu penelitian eksprimen tentang pemanfaatan abu terbang batu bara sebagai filler pada campuran beton aspal lapis permukaan khususnya jenis AC-WC.
Tabel 2. Komposisi kimia fly ash Batu Bara
Tabel 3. Hasil pemeriksaan fly ash
Penentuan Kadar Aspal Optimum
Penentuan kadar aspal optimum bertujuan untuk mendapatkan kadar aspal terbaik atau kadar aspal efektif dari campuran aspal beton. Kadar aspal optimum dapat di tentukan berdasarkan parameter-parameter karakteristik Marshall yaitu nilai kepadatan (density), stabilitas, flow, VMA, VIM, VFB, TFA, dan MQ ke dalam bentuk diagram batang (bar chart). Setelah itu dipilih rentang untuk kadar aspal yang memenuhi syarat Marshall. . Untuk mendapatkan kadar aspal optimum dibuat 25 buah benda uji dengan 5 variasi kadar aspal yang masing-masing berbeda 0,5% dan setiap kadar aspal mempunyai 5 buah benda uji. Pada tahap ini melakukan campuran yang sesuai dengan jenis campuran aspal AC-WC. Untuk mendapatkan kadar aspal optimum dibuat 25 buah benda uji dengan 5 variasi kadar aspal yang masing-masing berbeda 0,5% dan setiap kadar aspal mempunyai 5 buah benda uji. Pada tahap ini melakukan campuran yang sesuai dengan jenis campuran aspal AC-WC.
Tabel 4. Variasi Kadar Aspal
Gambar 3. Kadar aspal optimum
Berdasarkan Gambar 3 diperoleh hasil kadar aspal optimum sebesar 6%. Selanjutnya kadar aspal optimum 6% digunakan pada pengujian dengan menggunakan variasi fly ash berikutnya.
Tabel 5. Hasil variasi fly Ash
Karakteristik Marshall untuk laston pada lapisan AC-WC, Spesifikasi Umum, 2010 (revisi 3) merekomendasikan batasan VIM 3,0% - 5,0%, VMA minimal 15,0%, stabilitas minimal 800 kg, flow 2,0 - 4,0 mm, dan VFB minimal 65%. Data pengujian Marshall ditampilkan secara grafis sebagai hubungan antara nilai variasi fly ash dengan karakteristik campuran AC-WC.
Hubungan antara Kepadatan dan Variasi Fly ash
Kepadatan (density) merupakan tingkat kerapatan campuran setelah dipadatkan. Nilai kepadatan merupakan perbandingan antara berat benda uji di udara atau dalam keadaan kering dengan volume total benda uji. Semakin tinggi nilai kepadatan suatu campuran menunjukkan bahwa kerapatannya semakin baik. Berdasarkan Gambar 4.4 diperoleh nilai kepadatan dengan variasi fly ash 0%, 0,5%, 1,0%, 1,5%, 2,0% semakin tinggi. Nilai kepadatan tertinggi pada variasi fly ash 1,5% dengan nilai 2.32% gr/cm3, sementara nilai kepadatan terendah pada campuran yang tidak memiliki fly ash 0% dengan nilai 2.29% gr/cm3.
Gambar 4 Grafik Hubungan antara Kepadatan dengan Variasi fly ash
Hubungan antara VIM dengan Variasi Fly ash.
Pada campuran aspal beton dengan variasi tanpa menggunakan fly ash 0% menghasilkan nilai VIM yang tinggi sebesar 4.51%. Nilai VIM semakin menurun dengan bertambahnya fly ash didalam komposisi campuran dimana variasi fly ash yaitu 0,5%, 1,0%, 1,5%, 2,0%. Nilai VIM terendah pada variasi fly ash 1,5% sebesar 3.77%. Nilai VIM yang besar menunjukkan bahwa rongga pada benda uji besar dan kurangnya kekedapan suatu benda uji terhadap air. Hal ini mengakibatkan aspal mudah teroksidasi sehingga lekatan antar butiran agregat berkurang sehingga terjadi pelepasan butiran (raveling) dan pengelupasan permukaan (stripping) pada lapis perkerasan. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar variasi fly ash yang digunakan semakin menurun nilai VIM. Hal ini di karenakan fly ash cukup mengisi pori-pori yang ada dalam campuran. Hasil pengujian VIM dengan menggunakan variasi fly ash dapat ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Hubungan antara VIM dengan Variasi Fly ash
Hubungan antara VMA dengan Variasi Fly ash.
VMA (Void in Mineral Aggegate) merupakan presentase rongga yang ada diantara butir agregat dalam campuran beton aspal yang dinyatakan dalam (%) terhadap aspal beton. Besarnya nilai VMA dipengaruhi oleh kadar aspal, gradasi bahan susun, jumlah tumbukan. Hasil pengujian VMA dengan menggunakan variasi fly ash dapat ditunjukkan pada Gambar 4.6.
Gambar 6. Hubungan antara VMA dengan Variasi Fly ash
Berdasarkan Gambar 6, bahwa nilai VMA dengan variasi tanpa fly ash 0% sebesar 16.58 %. Bertambahnya fly ash dengan variasi 0,5%, 1,0%, 1,5%, 2,0%, nilai VMA semakin turun dimana nilai VMA terendah pada variasi fly ash 1,5% sebesar 15.079%. Maka dapat disimpulkan nilai VMA semakin turun dengan bertambahnya fly ash, namun hasil dari penelitian ini memenuhi persyaratan Spesifikasi Umum, 2010 (revisi 3) tentang kententuan sifat-sifat campuran AC-WC yang disyaratkan yaitu min 15,0%.
Hubungan antara VFB dengan Variasi Fly ash
VFB (Void Filled Bitumen) merupakan presentase rongga yang terisi aspal pada campuran setelah mengalami proses pemadatan, nilai VFB ini merupakan sifat kekedapan air dan udara, maupun sifat elastis campuran. Nilai VFB dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti energi, suhu pemadatan, jenis dan kadar aspal, serta gradasi agregatnya. Nilai VFB yang tinggi menandakan semakin banyak rongga dalam campuran terisi aspal sehingga campuran menjadi lebih kedap air dan udara. Hasil hubungan antara VFB dengan variasi fly ash dapat ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Hubungan antara VFB dengan Variasi Fly ash
Berdasarkan Gambar 7, bahwa peningkatan nilai VFB terjadi pada setiap penambahan variasi fly ash, hal disebabkan karena fly ash yang ada menyerap aspal dan mengisi rongga lebih banyak. Nilai VMA tertinggi pada variasi fly ash 1,5% sebesar 74.98%. Sementara nilai VFB terendah pada variasi tanpa fly ash 0% sebesar 72.77%. Hasil nilai VFB masing-masing variasi fly ash Pada grafik masih memenuhi persyaratan Spesifikasi Umum 2010 (revisi 3) yang ditetapkan sebesar 65 %.
Hubungan antara Stabilitas dengan Variasi Fly ash
Stabilitas dibutuhkan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan perkerasan untuk menahan beban lalu-lintas tanpa meninmbulkan perubahan yang tetap, seperti gelombang, alur dan bleeding. Nilai stabilitas dipengaruhi oleh gesekan antar butiran agregat (internal friction), penguncian antar agregat (interlocking), dan daya lekat (cohesion) serta proses pemadatan, mutu agregat dan kadar aspal juga berpengaruh.
Gambar 8. Hubungan antara Stabilitas dan Variasi Fly ash
Berdasarkan Gambar 8. bahwa nilai stabilitas pada masing-masing variasi yaitu 0%, 0,5%, 1,0%, 1,5%, 2,0%, berada di atas Spesifikasi Umum, 2010 (revisi 3) yang disyaratkan yaitu 800 kg. Stabilitas rendah pada variasi 0% sebesar 1701,18 kg, kemudian seiring bertambahnya variasi fly ash stabilitas mengalami peningkatan yaitu terjadi pada variasi fly ash 1,5 % sebesar 2433,08 kg. Pada variasi 2,0% terjadi penurunan sebesar 2188,49 kg. Hal ini sesuai dengan teori dimana nilai stabilitas bertambah sampai batas maksimum kemudian stabilitas turun lagi.
Hubungan antara Kelelehan (Flow) dengan Variasi Fly ash
Kelelehan (flow) adalah besarnya deformasi benda uji yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga batas runtuh dinyatakan dalam satuan mm. Flow menunjukkan tingkat kelenturan suatu nilai campuran. Hasil hubungan antara kelelehan (flow) dengan variasi fly ash dapat ditunjukkan pada Gambar 9.
Gambar 9. Hubungan antara (Flow) dengan Variasi Fly ash
Berdasarkan Gambar 9, bahwa nilai flow masing-masing variasi fly ash yaitu 0%, 0,5%, 1,0%, 1,5%, 2,0%, memenuhi Spesifikasi Umum, 2010 (revisi 3) yang disyaratkan yaitu 2,0-4,0%. Nilai flow semakin mengalami penurunan dengan bertambahnya fly ash. Nilai flow yang tinggi pada variasi tanpa fly ash 0% sebesar 3.65%, sedangkan untuk nilai flow yang rendah pada variasi 2,0% dengan nilai sebesar 3.06%. Hal ini dikarenakan fly ash mampu bercampur dengan baik bersama aspal sehingga memperlentur campuran.
Hubungan antara Marshall Quotient (MQ) dengan Variasi Fly ash.
Marshall Quotient (MQ) merupakan indeks kelenturan suatu campuran berupa perbadingan antara stabilitas terhadap flow. Nilai Marshall Quotient (MQ) ini dihubungkan dengan daya tahan perkerasan terhadap deformasi.
Berdasarkan Gambar 10, bahwa nilai MQ terendah pada variasi tanpa fly ash 0% dengan nilai sebesar 465.56 kg/mm, sementara untuk variasi 0,5%, 1,0%, 1,5% mengalami kenaikan masing-masing sebesar 628,12 kg/mm, 754,46 kg/mm, 769,96 kg/mm. Untuk variasi 2,0% mengalami penurunan sebesar 583.52 kg/mm. Kenaikan dan penurunan nilai MQ dipengaruhi oleh stabilitas dan flow pada campuran. Stabilitas yang kecil dan flow yang besar menghasilkan campuran yang lembek dan mudah berubah bentuk jika terjadi beban.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Hasil penelitian dapat disimpulan bahwa berdasarkan variasi kadar aspal 4,5%, 5%, 5,5%, 6% dan 6,5% maka KAO (kadar aspal optimum) yang digunakan adalah 6% dengan variasi campuran fly ash 0%, 0,5%, 1,0%, 1,5% dan 2,0%.
Kinerja penggunaan fly ash sebagai pengganti sebagian filler pada campuran AC-WC menggunakan metode Marshall. Parameter penting yang ditentukan pengujian Marshall adalah nilai stability dan flow yang dibaca langsung pada alat Marshall Dengan hasil nilai stabilitas pada variasi tanpa fly ash 0% menghasilkan nilai sebesar 1,701 kg, untuk 0,5% menghasilkan nilai 2073 kg, 1,0% menghasilkan nilai sebesar 2,354 kg, pada variasi 1,5% menghasilkan nilai 2,433 kg dan 2,0% menghasilkan nilai 2,188 kg. Variasi fly ash 0%, 0,5%, 1,0%, 1,5%, 2,0% didapat stabilitas tertinggi pada variasi 1,5% yaitu sebesar 2,433 kg. Semakin bertambah nilai Stabilitas Semakin menurunkan nilai flow. Hal ini di karenakan fly ash cukup mengisi Rongga yang ada dalam campuran VIM.
DAFTAR PUSTAKA
Bina Marga, Dep. PU.2011. Dokument Pelelangan Nasional. Spesifikasi Penyediaan Pekerjaan Konstruksi (Pemborongan) untuk Kontrak Harga Satuan, Edisi 2010 (revisi III).
Bina Marga. (2010). Spesifikasi Umum Pekerjaan Konstruksi Jalan dan
Jembatan. Jakarta: Dept. PU.
Hardiyatmo, H.C. 2007. Pemeliharaan jalan raya,. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Hardiyatmo, H.C. 2011. Perancangan Perkerasan Jalan Penyelidikan Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Http//.GoogleEarth.com. lokasi pengambilan fly ash. // 23 januari 2018.html
Ismail, J. 2017. Durabilitas Campuran Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC) Menggunakan Tras Lompoto'o. Gorontalo: Universitas negeri gorontalo
Sukirman, S. 2003. Beton Aspal Campuran Panas, Edisi Pertama. Jakarta: Granit.
Sukirman,S. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova.
Www.Google.com (2017). Wikipedia Batu bara. Batu bara-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.html
Download berkas