Penulis / NIM
RIRIN WULANDARI / 710517021
Program Studi
S2 - HUKUM
Pembimbing 1 / NIDN
Dr. FENCE M WANTU, SH., MH / 0019017404
Pembimbing 2 / NIDN
Dr. LUSIANA MARGARETH TIJOW, SH., MH / 0006038105
Abstrak
ABSTRAK
Ririn Wulandari. NIM 710517021. Ius Constituendum Penerapan Prinsip Judicial Activism Oleh Mahkamah Konstitusi Dalam Menjalankan Kekuasaan Kehakiman. Pembimbing I: Dr. Fence M. Wantu, S.H., M.H,. Pembimbing II: Dr. Duke Arie Widagdo, S.H., M.H., C.L.A. Prodi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo, 2020.
Salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan judicial review. Pasal 57 Ayat (2a) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi telah mengatur bahwa putusan dalam perkara judicial review tersebut salah satunya adalah tidak memuat rumusan norma baru, atau dengan kata lain menganut prinsip judicial restraint. Kenyataannya, terdapat beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang justru mencerminkan prinsip sebaliknya, yakni prinsip judicial activism, yang mengubah makna sebuah norma atau memuat rumusan norma baru di dalamnya.
Terdapat dua permasalahan pokok dalam penelitian ini, yakni; (1) bagaimana kewenangan Mahkamah Konstitusi terhadap pembentukan norma baru dalam putusannya?; dan (2) bagaimana ius constituendum penerapan prinsip judicial activism di Mahkamah Konstitusi? Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan kasus, pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan perbandingan.
Berdasarkan penelitian, disimpulkan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak berwenang mengeluarkan putusan dengan prinsip judicial activism, namun nyatanya putusan-putusan tersebut tetap dikeluarkan oleh hakim dengan maksud agar tidak terjadinya rechtvacuum, untuk melindungi hak-hak konstitusional warga negara, serta demi keadilan substantif masyarakat. Pemakaian teori hukum progresif sangat relevan untuk melakukan rekonstruksi terhadap kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam judicial review yang memenuhi prinsip judicial activism. Hal ini dapat diterapkan melalui revisi terhadap Pasal 57 Ayat (2a) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi di atas, dengan memenuhi syarat bahwa: (i) waktunya mendesak dan tidak memungkinkan lembaga pembuat undang-undang membuatnya; (ii) jika tidak dibuat putusan dengan muatan pemaknaan dan memuat norma baru tersebut, akan terjadi rechtvacuum dalam masyarakat.
Kata kunci: Ius Constituendum, Judicial Activism, Mahkamah Konstitusi.
Download berkas