SCIENTIFIC WORK

Author
Heryati
Subject
- Teknik
Abstract
Masyarakat Jawa-Tondano yang terlahir dari percampuran “orang Jawa” dan “orang Minahasa (Tondano)”, pada tahun 1900 memiliki rumah berbentuk panggung. Rumahnya memiliki setup (serambi) yang luas dengan tangga berhadapan pada bagian depan. Konstruksi pondasinya berupa batu alam yang berukuran cukup besar sebagai tempat meletakkan balok-balok memanjang dan melintang untuk mendirikan tiang. Sistem konstruksi semacam ini oleh masyarakat Jaton disebutnya sebagai sistem kancingan/to’tolan. Keempat elemen ini sebagai penciri pada bentuk rumah masyarakat Jaton masa lalu. Pada dasarnya bentukan seperti ini merupakan bentuk adaptasi terhadap kondisi alamnya. Selain itu, bentuknya yang panggung mengakomodir aktivitas masyarakat Jaton sebagai masyarakat petani. Mereka memperioritaskan ruang-ruang penyimpanan pada rumah tinggalnya. Bagian bawah/kolong sebagai tempat penyimpanan hasil bumi, peralatan pertanian, dan hewan (sapi dan kuda). Lantai panggung sebagai ruang hunian, dan lantai loteng (soldor) sebagai tempat menyimpan padi dan jagung. Ruang tengah sebagai ruang hunian terdiri atas setup (serambi) yang digunakan sebagai tempat berkumpul, bersantai, tempat mengaji bagi anak-anak, latihan silat bagi anak laki-laki. Setelah setup, melewati pintu akan dijumpai pores sebagai ruang bersama, bermusywarah bagi orang-orang tua untuk membicarakan hal-hal yang sifatnya rahasia, tempat pelaksanaan prosesi adat/selametan-selametan terkait dengan tradisi-tradisi keagamaan, dan lifecycle. Dari pores terlihat 2 (dua) kamar tidur dikiri kanan yang diantarai oleh gang menuju ke area nawu (dapur) yang lantainya lebih rendah. Melalui pintu keluar yang teletak pada dinding dapur bagian belakang, ditemui padasan (tempat cuci) yang lantainya lebih rendah dari dapur dan dari tempat cuci ini dihubungkan oleh dodoku (jembatan) menuju ke parigi (sumur). Pada bagian bawah jauh ke area belakang terdapat jamban yang aksesnya dilakukan melalui pintu dapur pada bagian samping. Rumah masyarakat Jaton pada masa lalu dikelilingi oleh pepohonan dan pada area belakang dikelilingi oleh pohon bambu. Halaman depan cukup luas digunakan untik menjemur padi dan jagung (indept interview: tokoh adat, sejarawan, tokoh adat, dan orang-orang tua, 2017). Makna rumah tinggal masyarakat Jaton pada tahun 1900 dapat dieksplor melalui konteks; 1) ekologi dan ekonomi, 2) konteks simbolik, dan 3) konteks kehidupan keluarga. Dalam membangun orang Jaton tidak hanya mempertimbangkan faktor alam/lingkungan, tetapi juga selalu mengikuti norma/aturan (panaktulan) yang berlandaskan pada nilai-nilai agama dan nilai sosial. Filosofi-filosofi yang mendasari dalam membangun kemudian disimbolkan melalui tata cara dan perletakan elemen-elemen konstruksi (tiang dan balok). Bentuk segiempat dari denah sebagai simbolisasi ‘Ka’batullah’ dan proses berkonstruksi yang disimbolkan sebagai ‘Tawaf’. Ini merupakan wordview dalam prinsip hidup berumah tangga yang disimbolkan pada bagian pondasi pada rumah tinggal. Begitupula makna dalam setiap aktivitas yang diwujudkan dalam pengaturan ruang tidak terlepas dari norma-norma agama dan norma sosial. Perletakan dapur sebagai simbol rezeki, perletakan kamar tidur sebagai fungsi kontrol, dan makna ruang pores sebagai ruang bersama (indept interview). Hal ini menunjukkan bahwa ada norma yang membentuk schemata dan pada akhirnya memberikan makna rumah pada hunian (Rapoport, 2005). Sedangkan makna yang diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol berkonstruksi mengacu pada Chokor dalam Aries (1999) bahwa makna dapat diwujudkan dalam bentuk simbolik. Dalam Faqih (2005) juga disebutkan bahwa konteks ekologi, konteks ekonomi, dan konteks sosial saling berhubungan dalam proses berhuni dalam menghasilkan domestik arsitektur yang spesifik. Motivasi yang mendasari pengaturan elemen setting seperti tangga, perletakan pintu dan jendela pada rumah Minahasa (Rogi, 2009) memberi makna yang berbeda pada rumah tinggal masyarakat Jaton. Temuan ini memperkuat pernyataan Lawrence (1987) dan Rapoport (2005) bahwa fenomena yang sama dapat dimaknai berbeda oleh kelompok budaya/masyarakat yang berbeda. Akhirnya bahwa masyarakat Jaton dalam membentuk rumah tinggalnya dipengaruhi oleh lingkungan alam (iklim, flora, dan fauna), lingkungan kognisi yang dipengaruhi oleh agama, dan lingkungan perilaku yang mempengaruhi privasi untuk menetapkan dan mengontrol wilayah dan pemanfaatan ruangnya. Unsur-unsur ini saling mempengaruhi dalam menghasilkan rumah tinggal. Oleh karena itu bentuk rumah tinggal masyarakat Jawa Tondano pada tahun 1900 lahir sebagai perwujudan fungsi dan makna dalam konteks ekologi dan ekonomi, konteks kehidupan keluarga, dan konteks simbolik.
Publisher
Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia
Contributor
Heryati, S.T., M.T
Publish
2019
Material Type
PATEN
Right
HAK CIPTA No. Pencatatan 000132950 Tgl. Pencatatan 2018-01-13
This files has been downloaded 224 times
Download