ESSAY

Writer / NIM
ANDRILIWAN MOHAMAD / 703620001
Study Program
S3 - LINGUISTIK TERAPAN
Advisor 1 / NIDN
Prof. Dr. MOH. KARMIN BARUADI, M.Hum / 0026105810
Advisor 2 / NIDN
Prof. Dr. HASANUDDIN, M.Hum / 0031126374
Abstract
Andriliwan Muhammad, 2022. Makna Simbolik Istilah Konstruksi Bangunan Adat Bantayo Poboide Gorontalo, (di bawah bimbingan Prof. Dr. Mohamad Karmin Baruadi, M.Hum sebagai Promotor, Prof. Dr. Hasanuddin Fatsah, M.Hum dan Dr. Dakia N. DjoU, M.Hum masing-masing sebagai Co-Promotor. Ringkasan Rumah adat budaya Bantayo Poboide Gorontalo memiliki kekayaan dan keberagaman yang khas dan mengandung makna simbolik pada setiap bagian rumah tersebut. Sebagai rumah adat, Bantayo Poboide difungsikan sebagai tempat bermusyawarah untuk mencapai mufakat. Dahulu para raja memanfaatkan rumah adat menjadi tempat untuk mengadili individu atau memutuskan berbagai perkara yang terjadi saat masa pemerintahan kerajaan Gorontalo. Rumah adat merupakan salah satu ciri khas suatu daerah untuk melambangkan budayanya, agar dapat membedakan antara budaya daerah tersebut dengan budaya daerah yang lain. Melalui kajian antropolinguistik dan semiotic maka fenomena tersebut dikaji dengan menggunakan beberapa teori yang relevan antara lain Peirce (1985), Spradley (1971), Recouer (1985), Lech (1976), Manngunwijaya (1994) dan Ansaar (2016). Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi, mengkaji dan menemukan sejarah perkembangan, konstruksi, istilah yang digunakan dan makna simbolik Istilah Konstruksi Bangunan Adat Bantayo Poboide Gorontalo. Secara umum penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif melalui tahapan pengumpulan, pengklasifikasian data, penganalisisan data dan penyimpulan. Penyediaan data dilakukan dengan melalui teknik observasi, dokumentasi dan wawancara. Penelitian ini berlokasi di Kabupaten Gorontalo tepatnya rumah adat Bantayo Poboide di Kelurahan Kayu Bulan Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo, juga eksplorasi ke beberapa rumah adat di wilayah Kota Gorontalo, Kabupaten Pohuwato dan Kabupaten Bone Bolango sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan bangunan adat Bantayo Poboide tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan masyarakat Gorontalo dimana raja sebagai pemimpin pemerintahan di Linula tidak bersifat absolut, tidak pula ditunjuk berdasarkan keturunan, melainkan atas pilihan dan persetujuan wakil-wakil masyarakat yang duduk dalam pemerintahan. Bangunan adat Bantayo Poboide memiliki konstruksi yang berbeda dengan rumah adat lainnya di Indonesia, berbentuk rumah panggung dengan ditopang oleh 32 tiang dasar (potu) sebagai pondasi bangunan. Angka 32 melambangkan penjuru mata angin yang berarti penguasa negeri harus memperhatikan segala kebutuhan atau kepentingan masyarakat tanpa mengenal pilih kasih. Istilah-istilah bangunan adat Bantayo Poboide dalam Bahasa Gorontalo mengarah kepada kebiasaan dan budaya yang berlaku di dalam masyarakat dan mengarah kepada anatomi tubuh manusia menyangkut kepala badan dan kaki. Terdapat 6 unsur makna simbolik istilah dalam konstruksi Bangunan Adat Bantayo Poboide Gorontalo terdiri dari unsur bentuk yang dominan empat persegi, fungsinya menjadi tempat bermusyawarah, berkaitan dengan nilai religius dan nilai sosial, unsur seni yang unik, warna yang identic dengan adat Gorontalo dan unsur angka yang dikenal masyarakat Gorontalo pada bangunan adat Bantayo Poboide yaitu angka 2, 6, 8, 32. Temuan menelitian menynjukkan bahwa keberadaan rumah adat Bantayo Poboide erat kaitannya dengan dimensi kultural masyarakat Gorontalo dan sebagai bukti wujud sistem demokrasi Gorontalo jaman dulu, konstruksi bangunan rumah adat bantayo Poboide memiliki unsur-unsur dan keterkaitan unsur dalam struktur rumah tradisional Gorontalo yang menunjukkan uraian atau rincian konsep kepala, badan, dan kaki; rumah adat bantayo poboide dipengaruhi oleh tradisi budaya masyarakat yang memiliki kecerdikan pada proses pembangunan secara lokal dan pengetahuan khusus terhadap lingkungan tersebut; makna simbolik rumah adat erat kaitannya dengan kebudayaan masyarakat Gorontalo pada umumnya yang masih memegang teguh tradisi adat dalam proses membangun rumah di Gorontalo yang merupakan gagasan dan tindakan budaya yang dapat mencerminkan kekuatan adat dan budaya masyarakat sehingga dapat dijadikan sebagai jejak budaya arsitektur Gorontalo. Temuan penelitian turut menyempurnakan dan memperkuat teori yang dikemukakan oleh ahli seperti Peirce (1985), Spradley (1971), Recouer (1985), Lech (1976), Mangunwijaya (1994) dan Ansaar (2016).
Download files

ARCHIVES

2024
Year Essay 2024
2023
Year Essay 2023
2022
Year Essay 2022
2021
Year Essay 2021
2020
Year Essay 2020
2019
Year Essay 2019
2018
Year Essay 2018
2017
Year Essay 2017
2016
Year Essay 2016
2015
Year Essay 2015
2014
Year Essay 2014
2013
Year Essay 2013
2012
Year Essay 2012
2011
Year Essay 2011